TERKINIPOST.COM – Presiden Joko Widodo didesak mencopot Walikota Bogor dan wakilnya karena melakukan maladministrasi.
Atau perbuatan melawan hukum serta melawan perintah pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap (Inkracht van Gewijsde).
Pasalnya, Pemkot Bogor sudah keok sampai di tingkat kasasi, terkait pengambilalihan secara paksa hak pengelolaan pasar Teknik Umum (TU) di Bogor.
“Pemkot Bogor telah mempertontonkan detournement de pouvoir (penyalahgunaan wewenang) atau willekeur abus de droit (tindakan sewenang-wenang).”
Baca Juga:
Ingin Himpun Seluruh Kekuatan Bangsa untuk Kompak dan Bersatu, Prabowo Subianto Hadiri Rakornas PKB
60 WNA dari 5 Negara Terima Sertifikat Kompetensi Halal dari BNSP untuk Perkuat Standar Global
Persidangan Kasus Dugaan Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah, Artis Sandra Dewi akan Hadir Lagi
Baca konten dengan topik ini, di sini: Kabag Hukum Pemkot Bogor Diduga Sebar Berita Hoax dan Fitnah, Rusmin Effendy akan Lapor Jamwas
“Karena itu, Presiden Joko Widodo harus bersikap memberikan sanksi tegas kepada mereka,” ujar kuasa hukum PT. Galvindo Ampuh Rusmin Effendy, SH, MH kepada wartawan di Jakarta, kemarin.
Menurut Rusmin, sengketa dengan Pemkot Bogor berawal dari surat Nomor: 511/2508-Hukham tanggal 7 Mei 2021 Perihal Pemberitahuan Pengambilalihan Pengelolaan Pasar TU yang diterbitkan Wakil Walikota Dedie A Rachim.
“Surat tersebut yang saya gugat ke PTUN dan sampai tingkat kasasi dengan perkara nomor: 425/K/ TUN/2022 Jo Nomor: 53/B/2022/PT.TUN.JKT Jo Nomor: 80/G/2021/PTUN. BDG. yang sudah berkekuatan hukum tetap (Inkracht van Gewijsde). Karena itu, harus fair donk kalua kalah segera keluar dari pasar TU,” kata dia.
Baca Juga:
Survei Sebut 83,4 Persen Publik Yakin Pemerintahan Prabowo Mampu Pimpin Indonesia Lebih Baik
Sebanyak 8,3 Persen Penduduk Tak Punya Energi Hidup Sehat dan 68 Kabupaten/Kota Rentan Rawan Pangan
Dia menjelaskan, sejak awal Pemkot Bogor tidak memiliki legal standing dan hanya menggunakan perjanjian bodong untuk menguasai Pasar TU dengan Surat Perjanjian Nomor: 644/SP.03-HUK/2001, Nomor: 39/SP/GA-BGR/AGS/XI/2001 tertanggal 14 Agustus 2001.
“Bagaimana mungkin sebuah perjanjian bisa dilaksanakan, yang saat itu baru berupa draf yang berat sebelah.”
“Bahkan, perjanjian bodong itu sudah saya konfirmasi langsung ke mantan Walikota Bapak Iswara Natanegara, SH, dan mengaku tidak pernah menandatangani surat perjanjian tersebut.”
Jadi secara hukum, Pemkot Bogor telah melakukan perbuatan pidana Pasal 263 ayat 2,” ujarnya.
Baca Juga:
Berpeluang Menjadi Menteri, Presiden Terpilih Prabowo Subianto akan Beri Perhatian kepada Relawan
Praktik Pungutan Liar
Selain itu, lanjut Rusmin, dirinya mendapatkan banyak bukti dan laporan dari para pedagang pasar tentang praktik pungli yang dilakukan PD Pasar Pakuan sebagai pengelola pasar terhitung sejak 17 Mei 2021 hingga saat ini.
MIsalnya, soal pungutan jasa pelayanan, jasa timbangan, serta intimidasi dan pengutan uang sewa kios dan lapak.
“Saya sudah laporkan masalah ini ke Mabes Polri, Kejaksaan Agung dan Inspektorat Jenderal Kemendagri.”
“Sebagai Pembina teknis agar arogansi Pemkot Bogor dan praktik pungli segera diusut tuntas, khususnya yang dilakukan PD Pasar Pakuan.”
“Ya, kita tunggu saja nanti bagaimana reaksinya kalau laporan sudah ditindaklanjuti,” tegas dia.
Rusmin juga menuding Pemkot Bogor sama sekali tidak memahami persoalan dan tidak memiliki legal standing untuk mengambilalih hak pengelolaan Pasar TU.
“Apa kerja Pemkot Bogor selama ini, menata PKL saja tidak mampu apalagi mengusus pasar. Jangan pasar orang di klaim milik Pemkot.”
“Ingat kasus pasar Angkahong yang diambil Pemkot Bogor dengan menggunakan dana mark-up APBD.”
“Kita lihat saja nanti kalau sudah tidak berkuasa pasti akan menjadi ayam sayur semua,” ujarnya.***