Kemenangan Tokoh Buruh Lula Da Silva Jadi Presiden ke-39 Brazil, Pelajaran buat Anies Baswedan

- Pewarta

Selasa, 1 November 2022 - 11:39 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. (Instagram.com/@aniesbaswedan)

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. (Instagram.com/@aniesbaswedan)

TERKINIPOST.COM – Dunia hari ini digemparkan oleh kemenangan Lula Da Silva, tokoh buruh yang menjadi Presiden ke 39 Brazil, kemarin.

Lula, memang sudah pernah menjadi presiden sebelumnya, selama dua periode (1 periode 4 tahun) yakni tahun 2002-2008.

Pada tahun 2019 Da Silva gagal mencalonkan diri, karena konspirasi politik orang-orang kaya memenjarakan dia 580 hari atas tuduhan korupsi dari Petrogas.

Lalu distempel tidak pantas jadi calon presiden, yang kemudian dianulir oleh Mahkamah Agung atas desakan Komisi HAM PBB, tahun 2019 lalu.

Lula dibenci orang-orang kaya karena ketika dulu presiden dia berhasil membuat orang-orang miskin mempunyai mobil dan memacetkan kota-kota di Brazil.

“Orang-orang kaya ingin hanya mereka yang punya mobil sehingga mereka nyaman berkendara”, kata Lula.

Begitu juga ketika Lula membuat UU pembantu rumah tangga, sehingga membuat orang kaya membayar pembantu lebih mahal lagi.

Sejak kecil Lula memang bermimpi bagaimana membuat orang-orang miskin menjadi kaya. Hal ini terpatri di alam bawah sadarnya sejak kecil.

Lula adalah tukang semir sepatu di kota Sao Paulo, Brazil, setelah beberapa tahun pindah dengan perjalanan dua minggu dari kampung asalnya.

Berbagai sumber menyebutkan akibat perjalanan panjang itu, Lula dan Keluarga telahi menempuh dengan menumpang di bak belakang truk.

Hidup miskin membuat Lula tidak tamat sekolah SD. Kehidupannya yang kita kenal saat ini, dimulai ketika ia diterima bekerja di pergudangan dan lalu pabrik metal di Sao Bernardo Da Compo, Sao Paulo dalam usia belasan tahun.

Pekerjaan itu mengantarkannya pada organisasi buruh otomotif dan kemudian menjadi ketua organisasi dengan anggota 100.000 pada usia 30 tahun, yakni tahun 1975.

Ideologi Menolong Orang Miskin

Idiologi Lula adalah menolong orang miskin. Para pendukung Lula melakukan pembelaan ketika kelompok Pro Presiden Bolsorano mengolok-olok Lula koruptor.

Pembelaannya adalah “Lula korupsi untuk memperkaya orang miskin, tapi Bolsorano korupsi untuk memperkaya orang kaya”.

Marc Morgan, Paris School of Economics melaporkan bahwa penghasilan orang paling miskin di Brazil naik sebesar 35% selama partai Buruh (Lula dan penerusnya Dilma Roussef) berkuasa 2004-2010 (Bloomberg, 26/10/22).

Reuters, dalam “Factbox: Brazil under Lula, the working-class president”, 10/6/2009, menyebutkan 19 juta orang keluar dari kemiskinan akibat pertumbuhan ekonomi yang baik dan kebijakan transfer kepada orang miskin (program Bosma Familia atau seperti Bansos yang dimulai era SBY di sini).

Lula sendiri dalam wawancara dengan Brasil De Fato, dalam judul “Lula: It Is The Worker Who Drive The Real Economy”, 29/4/22, mengklaim selama 2002-2014, ketika Partai Buruh berkuasa, mereka telah menciptakan 22 juta lapangan kerja baru, tingkat pengangguran 4,3%, dan menaikkan upah buruh, khususnya diawal pemerintahan dia, sebesar 74%.

Merujuk pada pikiran Jeffrey Sach dalam “The End of Poverty”, yang menyarankan kebijakan pengentasan kemiskinan dual track.

Yakni melalui kebijakan upah atau “generating income” dan juga subsidi langsung, atau, menurut Sach, “berilah ikan kepada orang miskin, lalu berikan pancing setelah mereka kenyang”, telah diadopsi oleh lula.

Lula juga sejalan dengan landasan teoritis dari Professor Kreuger, penasehat ekonomi Obama, yang mengatakan kenaikan upah mendahului produktifitas, bukan sebaliknya.

Di mana Lula yakin ekonomi akan tumbuh jika stabilitas kerja formal dan upah tinggi tercapai. Karena, belanja buruh yang besar akan turut meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Lula juga mengatakan kesuksesan dia adalah membuat relasi yang kuat antara kebijakannya dengan buruh dan bekerja berdasarkan hati, bukan kepentingan.

Dalam Time, 4/5/22, “Brazil’s Most Popular President Returns From Political Exile With a Promise to Save the Nation”, dia mengatakan:

“I feel proud to have proven that a metal-worker without a university diploma is more competent to govern this country than the elite of Brazil,” he says. “Because the art of government is to use your heart, not only your head.””

Tantangan Lula Ke depan

Lula menghadapi situasi ekonomi yang parah, akibat krisis dunia, utang yang besar dan geopolitik “perang dingin”.

Lula berjanji untuk “Re-build Brazil”- that is restore public services battered by years of underinvestment, use Brazil’s fossil fuel resources to lower domestic energy prices and battle inflation, and help million of the Brazilians struggling with food insecurity” (Time, 31/10).

Begitu juga janjinya menstop deforestasi Amazon yang ugal-ugalan oleh rezim Bolserano.

Sementara, kemenangan Lula sendiri sangatlah tipis 50,9% vs. 49,1 % atau hanya menang tipis, 1,8% dari Bolsorano.

Dari kelompok far-left (sangat kiri) sendiri, meskipun mereka mendukung Lula, tapi mereka was-was dengan wakil presiden Lula, Geraldo Alckmin, yang merupakan kelompok kanan (Center-rigth) dan juga saingan Lula pada pilpres 2006.

Beberapa tokoh Sosialis mengungkapkan bahwa mendukung Lula adalah sebuah kondisi yang diperlukan untuk kemenangan buruh berikutnya. (Lihat: https://www.leftvoice.org/an-electoral-alternative-for-the-working-class-in-brazil/).

Dalam situasi kemenangan tipis ini, untung saja Amerika, Spanyol, Prancis, dan Kanada langsung memberikan selamat kepada Lula.

Pengakuan internasional ini setidaknya mengurangi kemungkinan kecurangan militer ataupun rezim Bolsorano.

Relevansinya Bagi Indonesia

Brazil adalah negara terbesar di Amerika Latin, dengan 200 juta penduduk. GDP mereka $1, 9 T di atas Indonesia yang $ 1,29 T, tahun 2022.

Pendapatan yang besar ini membuat Brazil masuk dalam kelompok BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan South Africa) dan G-20.

Indonesia dan Brazil seringkali dianggap mewakili negara berkembang dengan ekonomi yang besar.

Namun, pengelolaan ekonomi yang bergantung utang dan berbagai indikator ekonomi yang buruk selama ini, membuat Brazil dan Indonesia masuk dalam kelompok “fragile five”.

Setidaknya jika tidak oleh Morgan Stanley, seperti diawal pengkatagorian, maka oleh lembaga rating lainnya (lihat: What are the Fragile Five, thebalancemoney.com).

Secara struktur perekonomian, Brazil dan Indonesia mengalami ketimpangan yang sama, segelintir orang menguasai porsi perekonomian yang besar.

Lula, sebagaimana juga Anies, menjadi oposisi terhadap kaum kapitalis oligarki. Massa pendukungnya pun mengharapkan demikian.

Kemiskinan yang dialami mayoritas penduduknya, dengan identitas politik “working class” di Brazil dan Islam di Indonesia, via Anies, terus bertarung untuk merubah struktur sosial yang bersifat historis (melawan penjajah) dan jangka panjang.

Pertumbuhan ekonomi dan demokrasi yang diharapkan untuk menaungi semua rakyat seringkali dibajak oleh pemilik modal.

Untuk terus-menerus memperkaya diri, dengan penguasaan sektor ekstraktif dan perusakan lingkungan (hutan).

Hal ini menjadi menarik untuk mencari pelajaran dari apa yang terjadi di Brazil saat ini.

Pelajaran Buat Anies Baswedan

Kecintaan kaum buruh di Brazil terhadap Lula dan kecintaan umat Islam terhadap Anies Baswedan bersifat sebanding.

Lula telah mentransfer dukungan kaum buruh untuk melawan kaum kapitalis oligarki yang menguasai pemerintahan Brazil 6 tahun belakangan ini.

Tentu saja kemenangan Lula ini dibantu oleh fakta kegagalan Bolsorano mengelola masa pandemi COVID-19.

Di mana terlalu banyak korban meninggal di sana. Namun, perjuangan Lula dan kaum buruh di sana tidaklah mudah.

Pemenjaraan selama 18 bulan (dari vonis 10 tahun) yang dialami Lula, akibat konspirasi rezim Bolsorano, di masa usia tua Lula, membuat jalan terjal harus dipikul kaum buruh.

Namun, pengalaman kaum buruh Brazil dalam berkonflik dengan rezim Militer mereka beberapa dekade lalu, membuat mereka menjadi kian berani.

Bahkan, ketika Lula di penjara, berbagai demonstrasi buruh dilakukan di depan penjaranya dengan tuntutan pembebasan.

Lula menggandeng wapres yang relatif liberal. Anies dengan identitas Islam telah menggandeng Partai Nasdem yang sekuler dan liberal.

Hal ini bisa menjadi model yang sama jika keduanya berkuasa. Pilihan Lula yang berkompromi dengan berbagai kebijakan liberal.

Termasuk nantinya privatisasi dan kebijakan perburuhan yang pro market, akan berbenturan dengan ideologinya yang cinta orang miskin.

Jika Anies pun berkuasa dan melakukan yang sama, maka rakyat pendukung Anies akan mengawasi pilihan-pilihan kebijakan, agar dipastikan tidak mengorbankan rakyat miskin.

Ini sebuah pertarungan yang berlanjut. Sebuah kompromi seringkali dituntut oleh kondisi yang tidak ideal, seperti ekonomi yang sedang krisis.

Namun, suatu hal yang pasti, rakyat akan siap menderita jika derita yang sama dipikul oleh pemimpinnya.

Rezim Indonesia saat ini terus-menerus memperkaya orang kaya, sama dengan Bolsorano.

Di sinilah mungkin Anies dan Lula bisa mempunyai kesamaan, menghentikan ketimpangan. Saat ini Lula sudah menang, tinggal menunggu Anies Baswedan.

Anies harus belajar dari Lula, tidak berhutang budi pada oligarki dan hanya berhutang budi pada rakyat miskin yang mendukungnya saja.

Oleh: Dr. H Syahganda Nainggolan, Ketua Lembaga Kajian Publik Sabang Merauke Circle.***

Berita Terkait

Bulan September 2024, Politisi PDI Perjuangan Pramono Anung Pastikan Mundur dari Menteri Sekretaris Kabinet
Isu Keretakan Hubungan antara Presiden Jokowi dengan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Begini Tanggapan Istana
Berpisah dengan PBNU, Muhaimin Iskandar Nyatakan ke Depan PKB akan Jadi Partai yang Independen dan Mandiri
Airlangga Hartarto Lengser, Bahlil Lahadalia Segera Menjadi Ketua Umum Partai Golkar Periode 2024 – 2029
Terkait Kabar akan Jadi Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, Faisol Riza Tanggapi Akun Media Sosial
Belum Umumkan Cagub Jakarta dan Banten dalam Pilkada Serentak 2024, Ini Alasan PDI Perjuangan
Hasto Kristiyanto Telah Lapor Megawati Terkait Mundurnya Airlangga Hartarto dari Ketua Umum Partai Golkar
Tak Buru-buru Umumkan Dukungannya di Pilkada Jakarta 2024, AHY Ungkap Alasan Partai Demokrat
Jasasiaranpers.com dan media online ini mendukung program manajemen reputasi melalui publikasi press release untuk institusi, organisasi dan merek/brand produk. Manajemen reputasi juga penting bagi kalangan birokrat, politisi, pengusaha, selebriti dan tokoh publik.

Berita Terkait

Rabu, 4 September 2024 - 13:05 WIB

Bulan September 2024, Politisi PDI Perjuangan Pramono Anung Pastikan Mundur dari Menteri Sekretaris Kabinet

Senin, 26 Agustus 2024 - 15:18 WIB

Isu Keretakan Hubungan antara Presiden Jokowi dengan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Begini Tanggapan Istana

Senin, 26 Agustus 2024 - 09:27 WIB

Berpisah dengan PBNU, Muhaimin Iskandar Nyatakan ke Depan PKB akan Jadi Partai yang Independen dan Mandiri

Rabu, 21 Agustus 2024 - 11:06 WIB

Airlangga Hartarto Lengser, Bahlil Lahadalia Segera Menjadi Ketua Umum Partai Golkar Periode 2024 – 2029

Rabu, 21 Agustus 2024 - 09:36 WIB

Terkait Kabar akan Jadi Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, Faisol Riza Tanggapi Akun Media Sosial

Kamis, 15 Agustus 2024 - 10:18 WIB

Belum Umumkan Cagub Jakarta dan Banten dalam Pilkada Serentak 2024, Ini Alasan PDI Perjuangan

Senin, 12 Agustus 2024 - 08:35 WIB

Hasto Kristiyanto Telah Lapor Megawati Terkait Mundurnya Airlangga Hartarto dari Ketua Umum Partai Golkar

Jumat, 9 Agustus 2024 - 18:40 WIB

Tak Buru-buru Umumkan Dukungannya di Pilkada Jakarta 2024, AHY Ungkap Alasan Partai Demokrat

Berita Terbaru